Selasa, 24 Mei 2016

KITAB ASY-SYAFIYYAH, KARYA HABIB SHOLEH ALAYDRUS MALANG, MENJADI PEGANGAN DI HADRAMAUT – YAMAN

Kitab Asy-Syafiyyah karya Habib Sholeh Alaydrus
Habib Sholeh adalah seorang ulama dari kalangan habaib yang bermarga Alaydrus. Nama lengkap beliau Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Alaydrus. Beliau lahir di Kota Malang dan sekarang juga mukim di Malang. Beliau tercatat sebagai murid Al-Habib Al-Qutb Profesor. Dr. Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, seorang ahli hadits dari kota Malang yang kemudian juga menjadi mertua Habib Sholeh Alaydrus. Selain itu juga, Habib Sholeh Alaydrus tercatat sebagai murid dari Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki Mekkah.

Selain sebagai pengajar di PP. Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang dan pengasuh majlis taklim yang digelar di rumah, Habib Sholeh Alaydrus juga sosok ulama yang produktif menulis kitab. Sampai sekarang jumlah kitab karya beliau sudah mencapai 42 kitab. Beberapa kitab beliau dijadikan acuan dalam mengajar di banyak pondok pesantren. Lebih dari itu beberapa kitab karangan beliau juga dijadikan rujukan dalam belajar mengajar di beberapa negara seperti Makkah, Madinah, Mesir dan Yaman.
Dari kitab-kitab beliau yang banyak itu ada satu buah karya yang paling monumental, yakni Kitab Asy-Syafiyyah Fi Bayani Isthilahati al-Fuqaha asy-Syafi’iyyah, buah kitab yang menjelaskan istilah-istilah yang ada di fiqh madzhab syafi’i. Kitab yang satu ini memang bisa dikatakan sebagai karya tulis Al Ustadz Al Habib Sholeh Al Aydrus yang paling populer di kalangan pesantren baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan di Hadramaut, Yaman kitab ini juga termasuk salah satu pegangan Mufti disana. Banyak sambutan baik para Ulama atas terbitnya kitab yang cukup tebal ini.
Sebagaimana dalam mukadimah kitab, bahwa guru Habib Sholeh Alaydrus, Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki memberikan isyarat kepada Habib Sholeh Alaydrus untuk menghimpun istilah-istilah yang ada di fiqh syafi’i, maka ditulislah kitab Asy-Syafiyyah ini. Kitab tersebut terdiri dari 2 juz yang memuat 15 bab dengan jumlah halaman mencapai 400 halaman.
Kitab tersebut dapat dikatakan kamus fiqh syafi’i. karena memang memuat dan menghimpun istilah-istilah yang ada di fiqh syafi’i. Pada bab ke-1, Habib Sholeh Alaydrus menjelaskan tentang nama-nama julukan yang sering dilekatkan pada ulama-ulama syafi’iyyah. Semisal siapa yang dimaksud dengan sebutan Qhadhil Qudhot? Siapa itu Sulthanul Ulama? Juga siapa yang dimaksud dengan ulama Salaf dan Kholaf? Siapa juga yang dimaksud dengan ulama Mutaqaddimun dan Muta’akhkhirun? Semuanya ada di bab pertama.
Lalu pada bab ke-2, beliau menjelaskan maksud dari istilah-istilah yang sering diungkapkan oleh ulama syafi’iyyah. Semisal bagaimana dengan maksdud “qila”? apa itu qaul al-akhwath? Apa pula itu qaul rajah? Apa itu qaul shahih? Apa pula qaul al-ashohh? Jawabnnya dietmukan dalam bab kedua kitab Asy-Syafiyyah ini.
Selanjutnya pada bab ke-3, beliau menjelaskan tentang maksud dari sebutan singkat nama-nama kitab fiqh syafi’i yang sering muncul di fiqh syafi’i. Sedangkan pada bab ke-4, beliau menjelaskan rumus-rumus singkatan dari nama-nama ulama syafi’iyyah.
Bagaimana hirarki dalam mengambil pendapat-pendapat ulama syafi’iyyah? Jawabannya termuat dalam bab ke-5 kitab Asy-Syafiyyah karya Habib Sholeh Alaydrus ini. Sebagaimana diketahui bahwa qaul An-Nawawi tentang satu masalah fiqh yang sama itu sering berbeda antara qaul yang dimuat dibeberapa kitabnya, di kiatb At-Tahqiqi dikatakan begini, di kitab Al-Majmu’ malah begitu, bagaimana ini? Maka pada bab ke-7, Habib Sholeh Alaydrus mengurutkan hirarki kitab-kitab An-Nawawi untuk dijadikan pegangan ketika terjadi kasus perbedaan qaul seperti tadi.
Tentang beri’timad pada kitab-kitab An-Nawawi, adapun hirarkinya diruntutkan sebagai berikut; 1. At-tahqiQ, Syarh at-Tanbih, 2. Al-majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, 3. At-tanqih, Syarh al-Wasith, 4. Raudlah at-Thalibin, 5. Minhaj ath-Thalibin, 6. Fatawaahu, 7. Syarh Muslim, 8. Tashkhih at-Tanbih, 9. Nuktah at-Tanbih. Begitu pula dengan qaul Ibnu Hajar, diurutkan pula dalam bab selanjutnya tentang hirarki kitab-kitabnya untuk dijadikan pegangan dalam mengambil keputusan.
Pada bab ke-9, Habib Sholeh Alaydrus menyebutkan tujuh Abadilah (ulama-ulama yang bernama Abdullah) yang berasal dari Hadromaut Yaman dan masyhur pula di sana. Lalu pada bab ke-12, Habib Sholeh Alaydrus menyebutkan riwayat singkat tentang ulama syafi’iyyah yang sering muncul di kitab-kitab fiqh ulama Hadromaut Yaman. Mungkin keberadaan dua bab inilah yang menjadikan kitab Asy-Syafiyyah karya Habib Sholeh Alaydrus tersebut diakui dan dijadikan pegangan di Hadromaut Yaman.
Bab ke-11 kitab Asy-Syafiyyah berisi sekitar 130 halaman dan bab ke-13 berisi sekitar 150 halaman. Dalam dua bab tersebut, Habib Sholeh Alaydrus menghimpun nama-nama dan data-data fiqh syafi’i. Tentu ratusan kitab fiqh syafi’i terhmipun dan terdata dalam dua bab tersebut. Kitab ini juga sama dengan Kitab “al-Khazâin al-Saniyyah min Masyâhir al-Kutub al-Fiqhiyyah li Aimmatinâ al-Fuqahâ al-Syâfi’iyyah” yang merupakan karya seorang ulama Nusantara asal Mandailing, yang sebagaimana telah diberi catatan oleh Ustadz Ginanjar Sya’aban beberapa waktu yang lalu itu. Sehingga memang kitab Asy-Syafiyyah ini sama pentingnya dimiliki oleh setiap penggiat atau pengkaji fiqh madzhab syafi’i.
Sejak pertama kali dicetak pada 20 tahun yang lalu, 1417 H, Kitab Asy-Syafiyyah karya Habib Sholeh Alaydrus tersebut sampai sekarang ini sudah dicetak ulang sebanyak 10 kali. Tentu juga kitab ini menambah khazanah karya ulama nusantara sekarang ini. Nafa’anallahu bihi wa bi muallifihi fi ad-Daraini, amin Ya Rabbal ‘Alamin.
___________________________
Oleh: Indirijal Lutofa (Santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Nurul Huda Mergosono Malang dan mahasiswa Fak. Syari’ah UIN Malang)

SANAD ULAMA NUSANTARA UNTUK KITAB MINHAJ ATH-THALIBIN KARYA IMAM AN-NAWAWI DAN KANZU AR-RAGHIBIN KARYA IMAM AL-MAHALLI


minhaj tolibin
Khataman dan Ijazah kitab Kanzu ar-Raghibin Syarh Minhaj ath-Thalibin li an-Nawawi karya Imam Jalal ad-Din al-Mahalli untuk santri Sanah Rabi’ah, malam Jumat 28 Rajab 1437 H/ 5 Mei 2016 M di Masjid STAI Imam Syafi’i Cianjur.

Alhamdulillah Ala Niamihi, kitab yg terdiri dari 4 juz ini telah dibacakan dan diterangkan secara perhuruf dan perkata selama 4 tahun, mulai tahun 2012 hingga 2016, setiap minggunya 5 pelajaran dalam 5 hari (ahad sampai kamis), setiap pelajaran menghabiskan waktu 1 jam.
Adapun masyayikh yang mengajarkan adalah:
1. Tahun pertama/ juz pertama oleh Syaikh Syadi Arbasy ad-Dimasyqi
2. Tahun kedua/ juz 2 oleh Syaikh Muhammad Darwisy ad-Dimasyqi
3. Tahun ketiga/ juz 3 oleh Syaikh Mahir al-Munajjid ad-Dimasyqi
4. Tahun keempat/ juz terakhir oleh Syaikh Syadi Arbasy ad-Dimasyqi.
Betapa gembiranya saya serta teman2, ketika mendengar silsilah sanad kitab yang diberikan kepada santri Sanah Rabi’ah ini melalui jalur ulama Nusantara yang telah disebutkan oleh Syaikh Yasin al-Fadani dalam kitabnya yg berjudul al-‘Iqdu al-Farid min Jawahir al-Asanid.
Berikut adalah Sanad untuk kitab Minhaj ath-Thalibin karya Imam an-Nawawi:
Santri Sanah Rabiah di Jami’ah Imam Syafi’i dari
1. Syaikh al-Faqih al-Ushuli Syadi Arbasy ad-Dimasyqi, dari
2. Syaikh al-Allamah al-Faqih al-Ushuli Hasan Hitou, hafizhahumallah, syaikh Hasan dari
3. Syaikh Musnid al-‘Ashr YASIN AL-FADANI, dari
4. Syaikh al-Kiyahi BAQIR BIN NUR AL-JOGJAWI, Syaikh ALI BIN ABDULLAH AL-BANJARI, dan al-Faqih syaikh SHADAQAH BIN HAJI ABU BAKAT BIN RASYAD AL-MEDANI AS-SUMATHRI, ketiganya dari
5. Syaikh al-Kiyahi MAHFUZH BIN ABDULLAH AT-TARMASI, dari
6. Syaikh ZAINUDDIN BIN BADAWI AS-SUMBAWI, dari
7. Syaikh ABDUL KARIM AS-SAMBASI, dari
8. Syaikh al-Muammar Kyai NAWAWI BIN UMAR AL-BANTANI, dari
9. Syaikh ARSYAD BIN ABDUS SHOMAD AL-BANJARI, dari
10. Syaikh ABDUS SHOMAD BIN ABDURRAHMAN AL-FALIMBANI,
***tahwil sanad***
Syaikh Yasin al-Fadani juga meriwayatkan dari,
4. Habib al-Muammar ALI BIN ALI AL HABSYI AL MADANI, dan Kyai ABDUL MUHITH BIN YA’QUB SIDOARJO, keduanya dari
5. Al-Faqih kyai UMAR BIN SHOLEH BIN UMAR AS-SAMARANI, dari
6. Ayahnya, yaitu Syaikh SHOLEH BIN UMAR AS-SAMARANI, dari
7. Syaikh ABDUS SHOMAD BIN ABDUR RAMHAN AL-FALIMBANI, dari
8. Al-Muammar AQIB BIN HASANUDDIN BIN JA’FAR AL-FALIMBANI, dari
9. Pamannya, yaitu Syaikh THAYYIB BIN JA’FAR AL-FALIMBANI, dari
10. Ayahnya, yaitu Syaikh JA’FAR BIN MUHAMMAD BIN BADRUDDIN AL-FALIMBANI, dari
11. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ala’ al-Babili, dari
12. Imam Nurudiin Ali bin Yahya az-Ziyadi, dari
13. Imam Jamaluddin Sayyid Yusuf bin Abdullah al-Armayuni, dari
14. Imam Jalaluddin Abul Fadl Abdurrahman as-Suyuthi, dari
15. Syaikhul Islam, Alamuddin Sholih bin Umar al-Bulqini, dari
16. Ayahnya, yaitu Imam Sirajuddin Umar bin Ruslan al-Bulqini, dari
17. Imam Abul Hajjaj Yusuf bin Abdurrahman az-Mizzi, dari
18. Sang Muallif, Imam Muhyiddin Yahya bin Syaraf an-Nawawi
Radhiyallahu Anhum Ajmain
Dan dibawah ini adalah sanad dengan jalur ulama Nusantara untuk kitab Syarh Imam al-Mahalli atas kitab Minhaj ath-Thalibin yang bernama Kanzu ar-Raghibin:
Santri Sanah Rabiah STAI Imam Syafi’i:
Santi Sanah Rabiah STAI IMAM SYAFII CIANJUR dari
1. Syaikh al-Faqih al-Ushuli Syadi Arbasy ad-Dimasyqi, dari
2. Syaikh al-Faqih al-Ushuli Muhammad Hasan hitou, dari
3. Musnid al-Ashr Syaikh YASIN AL-FADANI, dari
4. Syaikh ALI BIN UBAIDULLAH AL-BANJARI, dari
5. Syaikh ZAINUDDIN BIN BADAWI AS-SUMBAWI, dari
6. Syaikh al-Muammar NAWAWI BIN UMAR AL-BANTANI, dari
7. Syaikh ARSYAD BIN ABDUS SHOMAD AL-BANJARI AL-MARTAFURI, dari
8. Sayyid Imam Murtadla az-Zabidi (penulis kitab Ithaf Sadat al-Muttaqin Syarah Ihya Ulumiddin), dari
9. Sayyid Ahmad bin Muhammad Syarif Maqbul al-Ahdal, dari
10. Sayyid Ahmad bin Idria al-Hasani, dari
11. Sayyid Muhammad bin Abu Bakar asy-Syilli al-Makki, dari
12. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ala’ al-Babili, dari
13. Imam Ahmad bin Abu Bakar al-Khazraji al-Anshari yang terkenal dg sebutan Qu’ud al-Imam, dari Imam Yusuf bin Abdullah al-Husaini al-Armayuni, dari
14. Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dari
15. Sang Muallif, asy-Syarih al-Muhaqqiq al-Mudaqqiq Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Mahalli
Radliyallahu anhum ajmain
Lahum al-Fatihah
Sumber : kertas ijazah yang ditulis Syaikh Syadi Arbasy dan kitab al-Iqdu al-Farid karya syaikh Yasin al-Fadani (hal.70-71 dan 77)

Minggu, 15 Mei 2016

Nasehat Rasulullah bila telah terjadi fitnah




Masih kita jumpai dari mereka ada yang memperolok-olok Habib, padahal mereka mengaku-aku ittiba’ li Rasulihi. Sedangkan Rasulullah bersabda yang artinya, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Apalagi para Habib dan para Sayyid adalah keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka mendapatkan didikan agama langsung ari orangtua-orangtua mereka terdahulu tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah shallallahu alahi wasallam
Sebagian mereka sangat membenci kaum Syiah khususnya yang membenci Khulafaur Rasyidin selain Imam Sayyidina Ali ra namun mereka tetap berakhlak tidak baik kalau memperolok-olok atau bahkan membenci keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.  Seharusnya bukanlah kebencian yang dituruti namun nasehatlah yang diperlukan bagi kaum Syiah yang masih “mencari kebenaran”.  Para Habib Hadramaut tetap memberikan nasehat kepada kaum Syiah yang masih “mencari kebenaran” sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://pondokhabib.wordpress.com/2010/05/07/surat-nasehat-dari-para-habaib-hadramaut-untuk-tokoh-tokoh-syiah-dan-pengikutnya/
Keturunan cucu Rasulullah shallallahu alahi wasallam sangat berjasa menyiarkan Islam di negeri kita.  Diantara keturunan cucu Rasulullah shallallahu alahi wasallam adalah para Walisongo, selain mereka berjumlah sembilan orang, mereka adalah para Wali Allah generasi ke-sembilan.  Para Walisongo adalah keturunan ke 23 dan 24 kalau dihitung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terus kepada putri Rasulullah Fathimah Radhiallahu Anha,
Habib Munzir Al Musawa menyampaikan bahwa mereka mengingkari Wali Songo karena mereka cemburu saja karena keberhasilan Walisongo, padahal para Walisongo itulah yang menyebarkan islam ke pulau jawa. Link: http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&catid=7&id=18869
Kita telah dapat melihat bermunculan ahli bid’ah sebenarnya. Ahli bid’ah adalah  mereka yang membuat perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan (halal) menjadi haram (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya dan tidak dilarang  menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam (tarawih) itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=10&ayatno=120&action=display&option=com_bukhari
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah.
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Sekarang telah mulai tampak ahli bid’ah bermunculan. Mereka membuat perkara baru (bid’ah) pada perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/larangan (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun  yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = larangan , pengharaman (dikerjakan berdosa)
Jika ulama berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berlandaskan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari ahli bid’ah; juga dari orang yang tidak engkau ketahui catatan pendidikannya (sanad ilmu); serta dari orang yang mendustakan perkataan manusia, meskipun dia tidak mendustakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Selain bermunculannya ahli bid’ah, kita juga sudah menyaksikan apa yang disampaikan oleh Imam Malik ra di atas,  “mendustakan perkataan manusia , meskipun dia tidak mendustakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam” dengan adanya  fitnah terhadap perkataan ulama. Syeikh Al Azhar yang masih mempertahankan Sanad Ilmu, DR. Ahmad At Thayyib memperingatkan adanya upaya negatif terhadap buku para ulama dengan adanya permainan terhadap buku-buku peninggalan para ulama, dan mencetaknya dengan ada yang dihilangkan atau dengan ditambah, yang merusak isi dan menghilangkan tujuannya. Link: https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/27/ikhtilaf-dalam-persatuan/
Mereka mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka tidak lebih mengikuti pemahaman ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab atau bahkan mengikuti pemahaman ulama Al Albani yang dikenal mereka sebagai ahli hadits pada zaman ini. Padahal kenyataannya beliau tidak diketahui sanad atau isnad  yang merupakan hal yang terpenting dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits).  Pendapat ulama-ulama lain terhadap mereka termuat dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/pendapat-ulama/
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kaum muslim bila telah terjadi fitnah antara lain
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Ketika Allah berfirman dalam surat al-Hajj ayat 27 yang artinyai : “Dan serukanlah kepada umat manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya mereka akan datang ke (rumah Tuhan) mu dengan berjalan kaki dan dengan menunggang berbagai jenis unta yang kurus, yang datangnya dari berbagai jalan yang jauh. Ayat ini turun kepada nabi Ibrahim as, setelah menerima wahyu tersebut beliau pergi menuju Jabal Qubays dan menyeru untuk menunaikan haji. Dan orang pertama yang menjawab dan datang atas seruan Nabi Ibrahim as adalah orang-orang sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surah Al Nashr ayat 2 yang artinya  ‘Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan beramai-ramai‘.
Berkata Shadiq Hasan Khan dalam tafsirnya dari Ikrimah dan Muqatil, ‘Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia pada ayat itu adalah orang-orang Yaman, mereka berdatangan kepada Rasulullah untuk menjadi kaum mu’minin dengan jumlah tujuh ratus orang
Dari Ibnu Abbas berkata : Nabi kita ketika berada di Madinah berkata, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, telah datang bantuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemenangannya dan telah datang ahlu Yaman. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Siapakah ahlu Yaman itu ? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab : Suatu kaum yang suci hatinya dan lembut perangainya. Iman pada ahlu Yaman, kepahaman pada ahlu Yaman dan hikmah pada ahli Yaman’
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Ibnu Abbas memberikan nasehat kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib ketika hendak berangkat ke Kufah. Ibnu Abbas menasehati agar beliau pergi ke Yaman karena di negeri itu para penduduknya menyatakan siap untuk mendukung Imam Husein. Sejarah membuktikan bahwa keturunan Imam Husein sampai saat ini mendapat dukungan di sana.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencitaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku
Jadi akibat mereka terkena ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi maka timbul lagi kaum yang mereka tidak sadari secara tidak langsung telah membenci Khulafaur Rasyidin khususnya Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib.  Sebagian bukti mereka korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi telah diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/26/bukti-korban/ dan https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/korban-perang-pemahaman/
Sesuai nasehat Rasulullah bila telah terjadi fitnah maka kiblat ilmu beralih ke hadramaut (Yaman), ilmu yang bersumber dari ulama-ulama bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alahi wasallam.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan Sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ;  “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”  Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis  menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda artinya: “Ambillah Al-Qur’an dari empat orang. Yaitu, dari Abdillah ibn Mas’ud r.a., Saidina Salim r.a., Saidina Mu’az r.a. dan Saidina Ubai bin Ka’ab r.a.“. (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya setelah kita melihat terjadinya perselisihan karena perbedaan pemahaman maka kita diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah  serta agar kita selamat kembalikan berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah