Sabtu, 02 Juli 2016

Hari Raya Idul fitri dan Idul Adha


Hari Raya Dalam Islam

Dalam Islam telah disyariatkan (sunah) melakukan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.  Hal ini berdasarkan hadis "An Anasin qala: Qadima Rasulullah Saw al Madinata wa lahum yaumani yal'abuna fihim. Fa qala: Qad Abdalakum bihima khairan minhuma, yaumal adlha wa yauma al-fitri". Artinya: "Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah, penduduknya telah memiliki dua hari (Nairuz dan Mahrajan) yang dijadikan sebagai hari bersenang-senang mereka. Kemudian Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua hari itu bagi kalian dengan yang lebih baik, yaitu Hari Adlha dan Fitri" (HR Ahmad No: 12025, Abu Dawud No: 1134, al-Nasai dalam Sunan al-Kubra No: 1755, Abu Ya'la No 3820, al-Hakim No: 1091, dan ia berkata Hadis ini sahih sesuai kriteria Muslim)

Ahli Hadis Ibnu Hajar berkata:"Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Nasai dengan sanad yang sahih" (Bulugh al-Maram I/179)

Dalam hadis tersebut dijelaskan tentang latar belakangnya bahwa di Madinah (sebelum Rasulullah hijrah bernama Yatsrib) para penduduknya telah memiliki 2 nama hari yang dijadikan sebagai hari perayaan, yaitu Nairuz dan Mahrajan, dengan bersenang-senang, persembahan pada berhala dan sebagainya. Maka, kedatangan Islam tidak menghapus tradisi berhari raya, namun dengan merubah rangkaian ritual yang ada di dalamnya dengan salat dan sedekah dalam Idul Fitri, juga salat dan ibadah haji atau qurban dalam idul Adlha (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 3710).

Dalam Idul Fitri Allah memerintahkan mengagungkan nama-Nya (takbir dalam Idul Fitri) setelah menyempurnakan puasa Ramadlan, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" (al-Baqarah 185)

Kesunahan Sebelum Hari Raya Idul Fitri

Diantara hal-hal yang sunah sebelum salat Id adalah:

1.      Memperbanyak Takbir

Sebagaimana sabda Nabi Saw: "Zayyinu a'yadakum bit takbir", artinya: "Hiasilah hari raya kalian dengan takbir" (HR Thabrani dalam Mu'jam Shaghir dan al-Ausath)

2.      Mandi Sebelum Salat

Diriwayatkan bahwa Rasulullah mandi sebelum salat dua hari raya (HR Ibnu Majah, diperkuat dengan riwayat lain yang sahih oleh al-Baihaqi)

3.      Salat Id di Masjid

Masalah ini menjadi polemik dalam umat Islam antara salat hari raya di masjid atau di lapangan. Dalam hadis-hadis sahih memang disebutkan bahwa Rasulullah salat Id di tanah lapang (shahra'). Namun hal itu dilakukan karena ada faktor lain sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haitami bahwa "Rasulullah Saw melakukan salat Id di tanah lapang karena sempitnya masjid Nabawi kala itu" (Tuhfah 3/27). Terbukti saat ini umat Islam di wilayah Arab sejak masa ulama Salaf tetap melakukan salat di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan sebagainya. Oleh karenanya Imam Syafii mensunahkan salat Id di salam Masjid (al-Umm 1/267)

Kesunahan Setelah Hari Raya

Setelah hari raya Idul Fitri umat Islam disunahkan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, sebagaimana dalam hadis sahih: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian dilanjutkan dengan 6 hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun" (HR Muslim)

Tradisi Setelah Hari Raya
1.      Mengucapkan Selamat Hari Raya

Diriwayatkan dari Jubair bin Nafir bahwa para Sahabat Rasulullah Saw ketika bertemu di hari raya mereka saling mengucapkan "Taqabbala Allahu minna wa minka", artinya: "Semoga Allah menerima amal kami dan amal anda" (al-Hafidz Ibnu Hajar menilai sanadnya hasan, dalam Fathul Bari 2/446)

Riwayat ini merupakan dalil diperbolehkannya mengucapkan selamat dan saling mendoakan dalam hari raya, semisal "Ja'alana Allahu wa iyyakum minal 'Aidzina wal faizina kulla 'am wa antum bi khairin", dan sebagainya.
2.      Silaturrahim

Rasulullah Saw bersabda: "Shilaturrahimi wa husnul khuluqi wa husnul jiwari yu'ammirna ad-diyara wa yazidna fi al-a'mari", artinya: "Silaturrahim, etika yang baik dan pergaulan baik antar tetangga dapat memakmurkan kampung dan menambah panjang umur " (HR Ahmad dari Aisyah, para perawinya terpercaya)

Rasulullah Saw juga bersabda: "Innallaha layu'ammiru bil qaumi ad-diyara wa yutsmiru lahum al-amwala wa ma nadzara ilaihim mundzu khalaqahum bughdlan lahum. Qila: wa kaifa dzalika ya Rasulallah? Qala: Bi shilatihim arhamahum", artinya: "Sungguh Allah akan memakmurkan kampung sebuah kaum, Allah akan memperbanyak harta mereka dan Allah tidak akan murka kepada mereka sejak Allah menciptakan mereka. Sahabat bertanya: Bagaimana itu terjadi, wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Karena mereka bersilaturrahim" (HR Thabrani dari Ibnu Abbas, sanadnya Hasan)

Kedua hadis ini telah terpraktekkan secara tradisi di lingkungan Muslim Indonesia setiap hari raya Idul Fitri, dengan saling bersilaturrahim bahkan saling bermaafan sehingga masyarakat dapat menikmati keindahan damai tanpa pertengkaran dan permusuhan.

3.      Ziarah Kubur

Tradisi lainnya adalah nyekar atau ziarah ke makam kelurga. Ziarah kubur secara umum adalah perintah agama, bahkan disunahkan tanpa dibatasi waktu dan boleh dilakukan kapan saja. Terkait dengan menentukan hari-hari tertentu dalam berziarah, misalnya menjelang puasa atau setelah hari raya, maka hukumnya boleh, berdasarkan hadis sahih berikut dan penjelasan kandungannya oleh ulama mujtahid:

“Kana Rasulullah Saw ya'ti masjida Quba' kulla sabtin masyiyan wa rakiban. Wa kana Ibnu Umar yaf'aluhu”, artinya: “Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan kaki atau naik kendaraan. Dan Abdullah bin Umar juga melakukannya” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan hari-hari tertentu untuk ziarah” (Syarah Muslim 9/171. Begitu pula analisa al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/69)

4. Halal bi Halal (Saling Memaafkan)

Rasulullah Saw bersabda: "Man kanat 'indahu madzlamatun li akhihi fal yatahallalhu minha. Fa innahu laisa tsamma di narun wa la dirhamun. Min qabli an yu'khadza li akhihi min hasanatihi. Fa in lam yakun lahu hasanatun ukhidza min sayyiati akhihi fa thurihat alaihi", artinya: "Barangsiapa pernah berbuat dzalim kepada saudaranya, maka hendaknya ia minta kehalalannya (minta maaf). Sebab disana (akhirat) tidak ada dinar dan dirham (untuk menebus kesalahan). Sebelum amal kebaikannya diambil dan diberikan kepada saudaranya yang didzalimi tersebut. Jika ia tidak memiliki amal kebaikan, maka amal keburukan saudaranya akan dilemparkan kepadanya" (HR al-Bukhari No 6534 dari Abu Hurairah)