Rabu, 26 Agustus 2015

Merenungi Hakikat Aswaja dan Tanggung Jawab Generasi Muda

·




Akhir-akhir ini muncul kegelisahan dari masyarakat Aswaja.Kekewatiran tersebut berkaitan dengan banyaknya muncul gerakan radikalisme,ekstrimisme dan anarkisme dalam mendakwahkan Islam. Salah satu sasarandakwahnya adalah kader pemuda yang masih lugu dan sedikit memiliki pengalamankeagamaan. Ajakan untuk bergabung dalam aliran tersebut biasanya melaluikampus, organisasi, di desa-desa dan dengan memberi berbagai iming-imingmateri yang menggiurkan.
Selain itu, terdapat di antara generasi muda yang bersikap menutupdiri terhadap berbagai perubahan, tanpa memilah mana yang harus diambil dan manayang harus ditolak. Terdapat juga generasi muda yang terlalu terbuka dancenderung liberal, menerima berbagai perubahan dan produk modern, tanpa adanyaproses filterisasi nilai-nilai dan gagasan, sintetesis dan integrasi, sehinggaterjebak pada dua pemaham yang ekstrim.  
Padahal dilihat dari sejarah, Islam sebetulnya bukan agama yangsebagaimana mereka asumsikan dan yakini. Islam mengedepankan kemoderatan dankeseimbangan dalam berbagai aspek ajarannya. Tidak cenderung ke kanan yangfatalis dan tekstual dan tidak cenderung kekiri yang rasionalis dan liberalis. Islammenghendaki pemahaman keagamaan yang tegak ditengah-tengah (moderat) yangmelibatkan kedua potensi, baik potensi teks maupun rasio.      
Realitas di atas cukup mengkhawatirkan, sebab generasi muda adalahpenerus ulama, di tangan merekalah nasib agama dan umat di masa yang akandatang. kemajuan agama dan keselamatan umat berada dipundak mereka. Generasimuda memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memiliki ajaran dan pahamkeagamaan yang benar dan mengajarkannya kepada masyarakat secara benar.
Di sinilah Aswaja tampil untuk memperjuangkan paham “Islam tengah”yang berwatak moderat, toleran, seimbang dan tegak lurus. Maka alangkah baiknyajika kita kaji kembali hakikat Aswaja, ajaran-ajaran Aswaja dan tanggung jawabgenerasi muda Aswaja sebagai penerus kekholifahan atau kepemimpinan di mukabumi ini.   
Aswaja:Pengikut Setia Nabi dan Sahabat
Secara historis, Ahlus Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja) adalah sebuahistilah yang diambil dari hadits nabi Muhammad SAW, yang menjelaskan tentangakan terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan. Di antara 73 golongan tersebuthanya satu yang dipastikan selamat dan masuk surga, yaitu Ahlussunnah Waal-Jama’ah, sedangkan yang lainnya sesat dan akan masuk neraka. Dengantegas Nabi mengatakan Ahlussunnah Wa al-Jama’ah adalah umatnya yang konsistenmengikuti ajarannya dan khulafau al-Rasyidin.
Dalam menanggapi hadits ini, KH. Ahmad Sidiq berpendapat, AhlussunnahWa al-Jama’ah merupakan ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dandiamalkan oleh Rasulallah dan sahabatnya. Aswaja bukanlah sesuatu hal baru yangtimbul sebagai reaksi dari timbulnya aliran yang menyimpang dari ajaran murni,seperti Syi’ah, Khawarij, dan Mu’tazilah. Aswaja sudah ada sebelumaliran-aliran tersebut muncul. Justru aliran-aliran tersebut yang mengganggukemurnian Aswaja.
Menurut pemikiran Kiayi Ahmad Sidiq, Aswaja dari segi istilah dansubstansi ajarannya merupakan ajaran murni Rasulullah dan para sahabat, namunsetelah terjadi gerakan ajaran aliran-aliran yang menyimpang, baru Aswajadipopulerkan dan diformalkan menjadi sebagai suatu aliran yang bersikapkonsisten dan setia terhadap ajaran Rasulullah dan sahabatnya.
Melihat sejarah lahirnya Aswaja sebagai mana dijelaskan di atas,maka sebenarnya Aswaja bukan hanya aliran yang mencakup bidang teologi saja,namun mencakup berbagai aspek dan bidang keagamaan sebagai kesatuan yangsempurna. Pemahaman demikian sebagaimana yang disepakati para Ulama organisasi NahdlatulUlama. Aswaja tidak hanya terbatas pada aspek akidah, akan tetapi jugamenyangkut aspek ajaran Islam, yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak. Ketigaajaran tersebut diamalkan secara serasi, seimbang dan selaras dalam satukesatuan.
Dalam merumuskan ketiga ajaran di atas, KH. Bisri Musthafamemaparkan garis besar Aswaja sebagai berikut. Pertama, dalam bidanghukum Islam (Fiqih), menganut ajaran dari salah satu madzhab empat, yaitu ImamHanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Kedua, dalam bidang akidah,menganut ajaran imam Abu Hasan al-Asy’ari dan imam Abu Mansyur al-Maturidi. Ketiga,dalam bidang tasawuf, menganut ajaran imam Abu Qasim al-Junaidi dan Imam AbuMuhammad al-Ghazali.
Realisasi AjaranUniversal Aswaja
Sebagai aliran dan paham yang setia pada ajaran Rasulullah dansahabat, Aswaja memiliki ajaran universal yang dapat diterapkan dalam berbagaikonteks, kondisi dan situasi. Menurut KH. Sahal Mahfud, Aswaja dalampengertiannya yang utuh memiliki sifat dan karakteristik moderat dan menjunjungtinggi keseimbangan dalam beragama Islam. Aswaja adalah aliran tengah dari duakutub besar, yaitu aliran Jabbariyah yang fatalistik dan aliran Qadariyahyang rasionalis. Dalam penggalian (istinbath) hukum Islam kedua aliranini menggunakan pendekatan tekstual (Jabbariyah yang ekstrim ke kanan)dan rasional (Qadariyah yang ekstrim ke kiri).
Dikaji secara historis, Aswaja memiliki beberapa ajaran universalyang menyemesta dalam ruang lingkup tempat dan kondisi yang heterogen, yaitu tawasuth(jalan tengah), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dani’tidal (tegak lurus). Keempat nilai-nilai universsal tersebutditerapkan dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, baik didalam aspek fikih (hukum Islam), akidah (teologi) maupun tasawuf (akhlak).
Nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai manhaju al-fikr (metodeberfikir) bagi setiap pengikut paham Aswaja. Hal demikian sebagai konsekuensidari lahirnya Aswaja yang mengedepankan ajaran dan nilai-nilai universalkehidupan (rahmatan li al-‘alamin). Dalam alam globalisasi danmodernisasi yang serba maju dalam teknologi, berwatak empiris, matrealis danhedonis realisasi nilai-nilai tersebut dalam memandang hidup dan memahami agamasudah menjadi keniscayaan.  Jika tidak,maka justru Islam dan umatnya akan tergerus oleh berbagai dampak negatifglobalisasi.
Lebih dalam lagi, Gus Dur merumuskan kerangka aktualisasi pengembangandoktrin Aswaja dalam desain dan format yang lebih komprehensif, progresif dankontekstual. Dalam kaitan ini ia mengajukan tujuh pokok pemikiran Aswaja.
Pertama,dalam masalah kehendakmanusia dihadapan nasib yang ditentukan Allah, Aswaja memberikan tempat yangtinggi kepada manusia dalam tata kehidupan semesta. Manusia bebas menghendakiapa saja, walaupun kehendak tersebut harus tunduk pada kehendak Allah.Kebebasan kehendak ini mengaharuskan manusia menghargai dan mensyukuri karuniahidup ini. Oleh karena itu, konsekuensi dari pemahaman seperti ini manusiaharus memiliki arah hidup yang benar. Arah hidup yang benar mengaharuskanadanya perencanaan yang baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Kedua,dalam masalahkonsep ilmu, Aswaja memiliki dimensi yang berbeda dari pengertian umum yangberlaku. Menurut Aswaja ilmu berdimensi esoteris yang diperoleh tidak melaluiwawasan rasional. Ilmu yang seperti ini diperoleh secara keseluruhan dan berwatakfaidh (emanasi). Sedangkan pengetahuan menurut Aswaja berdimensieksoteris dan berwatak rasional yang diperoleh melalui proses belajar (learning).Dengan demikian ilmu adalah pengarah bagi kehidupan manusia, sedangkanpengetahuan berfungsi melayani kepentingan dan kehendaknya. Penyatuan ilmu danpengetahuan akan membentuk watak kehidupan manusia yang memiliki arah yangbenar, tetapi masih diabdikan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Ketiga,dalam masalahekonomi, Aswaja melihat bahwa kebutuhan ekonomi umat manusia harus diletakkandalam konteks tempatnya dalam kehidupan, yaitu sebagai penerima karunia Allahyang masih harus tunduk kepada takdirnya. Dalam kehidupan ini Allah telahmemberi manusia berbagai sumberdaya alam yang harus dimanfaatkan dan dikelola sebaikmungkin. Pemanfaatan SDA tersebut harus didasarkan pada kemampuan memeliharaalam, bukan mengeksploitasi alam sehingga alam menjadi rusak. Oleh karena itu,manusia dituntut untuk memiliki perencanaan yang matang dan menyiapakan sertamengembangkan SDM-nya untuk dapat menjaga keseimbangan dalam memanfaatkan alam.
Keempat,dalam masalahhubungan individu dan masyarakat, Aswaja berpendapat manusia sebagai individuharus memperoleh perlakuan yang seimbang. Individu memiliki hak-hak dasar yangtidak boleh dilanggar. Hak-hak dasar itu disebut dengan HAM yang menyangkutperlindungan hukum, keadilan perlakukan, penyediaan kebutuhan pokok, peningkatankecerdasan, pemberian kesempatan yang sama, dan kebebasan untuk menyatakanpendapat, keyakinan dan keimanan, disamping kebebasan untuk berserikat danberusaha. Oleh karena itu, setiap individu harus tunduk kepada asaspemeliharaan keseimbangan antara kebutuhannya sendiri dan kebutuhan masyarakat.Dan kesadaran untuk selalu memikirkan kepentingan bersama harus selalu dikembangkanuntuk tumbunya moralitas individual dan untuk memungkinkan tumbuhnya etossosial yang dinamis dan kreatif.
Kelima,dalam masalahtradisi, Aswaja berpendapat bahwa tradisi merupakan warisan berharga dari masalampau yang harus dilestarikan, tanpa menghambat tumbuhnya kreatifitasindividual. Maka perlu adanya penekanan pada kemampuan menyesuaikan tradisikepada tuntutan perubahan.
Keenam,dalam masalahpengembangan hidup masyarakat, Aswaja melihat bahwa kehidupan manusiasenantiasa berubah, oleh karena itu semua sumberdaya, baik sumberdaya alam dansumberdaya manusia harus selalu dikembangakan dan didayagunakan secarabijaksana, efisien dan tidak merusak. Maka, proses persuasi dan diversifikasigagasan merupakan bagian yang tak dapat diabaikan dalam pendayagunaan sumberdayamanusia secara efisien.
Ketuju,dalam masalahasas-asas internalisasi dan sosialisasi, Aswaja dituntut harus mengembangkandan mendinamisasi pemikiran keagamaan melalui ushul figh, qawa’idah fighiyahdan sebagainya kepada masyarakat. Proses internalisasi tersebut denganpendayagunaan dan pemaksimalan forum-forum agama , seperti pengajian,musyawarah, bahtsu mail, lembaga pendidikan agama dan sebagainya. Dengandemikian, diharapkan tumbuhnya budaya baru yang memungkinkan terjadinyapeletakan dasar-dasar kreatif dalam beraswaja.  
Secara terpadu, kesemua pandangan di atas akan membentuk prilakukelompok dan individual yang terdiri dari sikap hidup, pandangan hidup, dansistem nilai yang secara khusus dapat disebut sebagai watak Ahlus sunnah Waal-Jama’ah.
Tanggung JawabGenerasi Muda Aswaja
Saat ini umat Islam terutama generasi muda hidup di dalam zamanyang serba modern dalam berbagai bidang kehidupan dengan watak yang empiris,materealis,hedonis, dan sekuleris. Akibat dari kehidupan yang serba modern, munculberbagai problem kehidupan, mulai dari perkembangan ilmu pengetahuan yangberwatak bebas nilai (posivistik), pola hidup masyarakat yang materealisdan sekularis, kesenjangan hidup antar individu dalam masyarakat, lunturnya nilai-nilaireliguisitas, hingga muncul dan merebaknya kekerasan mengatasnamakan agamaIslam. Tentun generasi muda Aswaja dihadapkan pada kondisi yang serba dilematisdan sulit, karena disatu sisi dituntut untuk memiliki masa depan yang baik,namun disisi lain dihadapkan dengan berbagai problem dan tantangan hidup yangbegitu besar.
Menurut Prof. Ishaq Ahmad Farhan, generasi muda saat ini akandihadapkan pada empat problem kehidupan: Pertama. Problem kehidupanspiritual, seperti terganggunya kebutuhan persepsional antara kebutuhan materidan rohani. Kedua, problem kehidupan intelektual, seperti pergumulanantara pola pikir ortodok dan modern. Ketiga, problem kehidupan sosial,seperti menghadapi pergeseran sistem nilai dan terpecahnya integritas moral. Keempat,problem kehidupan politik, seperti gejala frustasi yang berkepanjanganmengahadapi sikap laku politik generasi tua yang tidak konsisten, perpecahandan rivalitas yang tidak jelas alasannya.  
Walaupun demikian, generasi muda Aswaja tidak boleh terbawa arusnegatif globalisasi dan terpengaruh oleh keadaan yang tak menentu, ia harusoptimis dalam menjalani hidup dan membuat berbagai kreatifitas karya yang dapatbermanfaat bagi dirinya sendiri dan umat manusia. Dalam kaintan ini, generasiAswaja memeliki peran dan tanggung jawab sebagai konsekuensi penerus perjuanganpara pendahulunya (ulama).
Pertama, generasiAswaja harus memiliki kesungguhan dalam thalabu al-‘ilmi, baik dalammempelajari ilmu agama maupun ilmu sains dan selalu mengembangkan keduanya. Aswajamenolak dikotomi dalam konsep mempelajari ilmu, semua ilmu bermanfaat dan semuamemiliki konteks dan posisinya masing-masing dalam kehidupan. Oleh karena itu,Kiayi Sahal Mahfud mengutip pendapat imam Ghazali mengatakan, Seorang ulamaAswaja, selain harus menguasasi seperangkat sarana keilmuan dan berkepribadianunggul, haruslah menjadi seorang yang peka dan memahami benar kemaslahatanmakhluk dalam kehidupan dunia (faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya),karena dengan syarat itulah seorang ulama mampu mengambil kebijakan danbersikap terbuka dalam lingkup kemaslahatan. Memiliki kepekaan dan pemahamanterhadap kemaslahatan makhluk di dunia mustahil terwujud tanpa integrasi ilmuagama dan ilmu sains, karena dibutuhkan pendekatan interdisipliner danintegrasi berbagai ilmu pengetahuan untuk dapat mendayagunakan potensi alam secaramaksimal dan bijak sana.
Kedua, generasiAswaja harus mampu menjaga, melestarikan dan mengembangkan ajaran Aswaja yangberkiblat pada sunnah Nabi dan para sahabatnya. Aswaja yang berdasarkankemurnian ajaran Nabi dan sahabat memiliki watak universal. Ajaran tawasuth,tawazun, tasamuh dan i’tidal menjadi landasan manhaju al-fikr  dalam memeluk agama Islam yang rahmata lial-‘alamin. Aswaja tidak hanya dipahami sebagai aliran keagamaan yangmenempatkan pokok kajiannya pada masalah pengamalan furu’ agama Islam,tapi Aswaja juga harus dipahami sebagai esensi Islam yang bersifat dinamissesuai dengan perkembangan hidup manusia. Dengan demikian trilogi Islam, yaituiman, islam, dan ihsan dapat berjalan secara seimbang.
Ketiga, generasiAswaja seyogyanya mampu merealisasikan dan mengaktualisasikan kerangkapengembangan doktrin Aswaja yang digagas Gus Dur dalam hal perencanaan hidupsecara matang, integrasi antara ilmu dan pengetahuan, pendayagunaan SDA secaraprofesional dan tidak eksploitatif, menghargai dan menegakkan HAM, menjagatradisi yang masih relevan dan menerima berbagai perubahan yang tidakbertentangan dengan ajaran dasar Islam, mampu mengembangkan kehidupan dirinyadan masyarakat secara bijaksana dan efisien, dan internalisasi ushul fiqih, qawa’idfiqhiyah dan ilmu-ilmu agama lainnya secara dinamis, sertamensosialisasikannya melalui berbagai forum keagamaan.  
Keempat, menurutKH. M. Tholhah Hasan, Generasi muda harus memiliki beberapa ciri yang menonjol,yaitu memiliki idealisme yang murni, keberanian dan keterbukaan dalam menyerapnilai-nilai dan gagasan-gagasan baru, memiliki semangat pengabdian, memilikiwatak spontanitas dan dinamis, inovatif dan kreatif, memiliki keinginan untuksegera mewujudkan gagasan-gagasan baru, memiliki keteguhan dalam janji dankeinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadian yang mandiri.  
Dan yang kelima, generasi Aswaja harus menjadi pribadi yangkosmopolitan, memiliki cita-cita yang besar dan pemikiran yang menyemesta danmendunia. Orientasi hidupnya tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri,tetapi juga untuk kepentingan masyarakat dunia. Ia harus mampu berkompetisidalam kancah global dalam berbagai bidang, baik agama, ilmu pengetahuan,ekonomi, politik, budaya, dan teknologi. Hal demikian sebagaiman diserukancendikiawan komtemporer Ziauddin Sardar, intelektual muslim kontemporer harusberkembang menjadi tokoh-tokoh yang menguasai berbagai bidang keilmuan danmampu melahirkan sintesis-sintesis keilmuan untuk dapat menyelesaikan problemkomtemporer.  
Dengan merealisasi kelima tanggung jawab di atas, diharapkangenerasi Aswaja masa depan benar-benar dapat menjadi ulama dan para penerusyang unggul, berkualitas dan mampu berkompetisi dalam kehidupan dunia global,memiliki pandangan hidup yang inklusif dan akomodatif terhadap berbagaiperubahan,  dan memiliki integritaskepribadian dan laku yang mulia. Aswaja ke depanakan tetap lestari, langgeng, mendunia dan sebagai paham yang menjadi rujukanmasyarakat dunia. Tak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dengan munculnyaberbagai perkembangan globalisasi dan merebaknya gerakan radikalisme yanganarkis. Karena Aswaja telah mendarah daging dalam pikiran dan jiwa generasipenerus, baik sebagai amaliyah keagamaan maupun sebagai manhaju al-fikr.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar