Akhir-akhir
ini muncul kegelisahan dari masyarakat Aswaja.Kekewatiran tersebut
berkaitan dengan banyaknya muncul gerakan radikalisme,ekstrimisme dan
anarkisme dalam mendakwahkan Islam. Salah satu sasarandakwahnya adalah
kader pemuda yang masih lugu dan sedikit memiliki pengalamankeagamaan.
Ajakan untuk bergabung dalam aliran tersebut biasanya melaluikampus,
organisasi, di desa-desa dan dengan memberi berbagai iming-imingmateri yang menggiurkan.
Selain
itu, terdapat di antara generasi muda yang bersikap menutupdiri
terhadap berbagai perubahan, tanpa memilah mana yang harus diambil dan
manayang harus ditolak. Terdapat juga generasi muda yang terlalu terbuka
dancenderung liberal, menerima berbagai perubahan dan produk modern,
tanpa adanyaproses filterisasi nilai-nilai dan gagasan, sintetesis dan
integrasi, sehinggaterjebak pada dua pemaham yang ekstrim.
Padahal
dilihat dari sejarah, Islam sebetulnya bukan agama yangsebagaimana
mereka asumsikan dan yakini. Islam mengedepankan kemoderatan
dankeseimbangan dalam berbagai aspek ajarannya. Tidak cenderung ke kanan
yangfatalis dan tekstual dan tidak cenderung kekiri yang rasionalis dan
liberalis. Islammenghendaki pemahaman keagamaan yang tegak
ditengah-tengah (moderat) yangmelibatkan kedua potensi, baik potensi
teks maupun rasio.
Realitas di atas cukup
mengkhawatirkan, sebab generasi muda adalahpenerus ulama, di tangan
merekalah nasib agama dan umat di masa yang akandatang. kemajuan agama
dan keselamatan umat berada dipundak mereka. Generasimuda memiliki
kewajiban dan tanggung jawab untuk memiliki ajaran dan pahamkeagamaan
yang benar dan mengajarkannya kepada masyarakat secara benar.
Di
sinilah Aswaja tampil untuk memperjuangkan paham “Islam tengah”yang
berwatak moderat, toleran, seimbang dan tegak lurus. Maka alangkah
baiknyajika kita kaji kembali hakikat Aswaja, ajaran-ajaran Aswaja dan
tanggung jawabgenerasi muda Aswaja sebagai penerus kekholifahan atau
kepemimpinan di mukabumi ini.
Aswaja:Pengikut Setia Nabi dan Sahabat
Secara
historis, Ahlus Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja) adalah sebuahistilah yang
diambil dari hadits nabi Muhammad SAW, yang menjelaskan tentangakan
terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan. Di antara 73 golongan
tersebuthanya satu yang dipastikan selamat dan masuk surga, yaitu Ahlussunnah Waal-Jama’ah, sedangkan yang lainnya sesat dan akan masuk neraka. Dengantegas Nabi mengatakan Ahlussunnah Wa al-Jama’ah adalah umatnya yang konsistenmengikuti ajarannya dan khulafau al-Rasyidin.
Dalam menanggapi hadits ini, KH. Ahmad Sidiq berpendapat, AhlussunnahWa al-Jama’ah
merupakan ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dandiamalkan
oleh Rasulallah dan sahabatnya. Aswaja bukanlah sesuatu hal baru
yangtimbul sebagai reaksi dari timbulnya aliran yang menyimpang dari
ajaran murni,seperti Syi’ah, Khawarij, dan Mu’tazilah. Aswaja sudah ada
sebelumaliran-aliran tersebut muncul. Justru aliran-aliran tersebut yang
mengganggukemurnian Aswaja.
Menurut pemikiran Kiayi Ahmad
Sidiq, Aswaja dari segi istilah dansubstansi ajarannya merupakan ajaran
murni Rasulullah dan para sahabat, namunsetelah terjadi gerakan ajaran
aliran-aliran yang menyimpang, baru Aswajadipopulerkan dan diformalkan
menjadi sebagai suatu aliran yang bersikapkonsisten dan setia terhadap
ajaran Rasulullah dan sahabatnya.
Melihat sejarah lahirnya
Aswaja sebagai mana dijelaskan di atas,maka sebenarnya Aswaja bukan
hanya aliran yang mencakup bidang teologi saja,namun mencakup berbagai
aspek dan bidang keagamaan sebagai kesatuan yangsempurna. Pemahaman
demikian sebagaimana yang disepakati para Ulama organisasi
NahdlatulUlama. Aswaja tidak hanya terbatas pada aspek akidah, akan
tetapi jugamenyangkut aspek ajaran Islam, yaitu akidah, syari’ah, dan
akhlak. Ketigaajaran tersebut diamalkan secara serasi, seimbang dan
selaras dalam satukesatuan.
Dalam merumuskan ketiga ajaran di atas, KH. Bisri Musthafamemaparkan garis besar Aswaja sebagai berikut. Pertama,
dalam bidanghukum Islam (Fiqih), menganut ajaran dari salah satu
madzhab empat, yaitu ImamHanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Kedua, dalam bidang akidah,menganut ajaran imam Abu Hasan al-Asy’ari dan imam Abu Mansyur al-Maturidi. Ketiga,dalam bidang tasawuf, menganut ajaran imam Abu Qasim al-Junaidi dan Imam AbuMuhammad al-Ghazali.
Realisasi AjaranUniversal Aswaja
Sebagai
aliran dan paham yang setia pada ajaran Rasulullah dansahabat, Aswaja
memiliki ajaran universal yang dapat diterapkan dalam berbagaikonteks,
kondisi dan situasi. Menurut KH. Sahal Mahfud, Aswaja dalampengertiannya
yang utuh memiliki sifat dan karakteristik moderat dan menjunjungtinggi
keseimbangan dalam beragama Islam. Aswaja adalah aliran tengah dari
duakutub besar, yaitu aliran Jabbariyah yang fatalistik dan aliran Qadariyahyang rasionalis. Dalam penggalian (istinbath) hukum Islam kedua aliranini menggunakan pendekatan tekstual (Jabbariyah yang ekstrim ke kanan)dan rasional (Qadariyah yang ekstrim ke kiri).
Dikaji
secara historis, Aswaja memiliki beberapa ajaran universalyang
menyemesta dalam ruang lingkup tempat dan kondisi yang heterogen, yaitu tawasuth(jalan tengah), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dani’tidal (tegak lurus).
Keempat nilai-nilai universsal tersebutditerapkan dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, baik didalam aspek fikih (hukum
Islam), akidah (teologi) maupun tasawuf (akhlak).
Nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai manhaju al-fikr (metodeberfikir)
bagi setiap pengikut paham Aswaja. Hal demikian sebagai konsekuensidari
lahirnya Aswaja yang mengedepankan ajaran dan nilai-nilai
universalkehidupan (rahmatan li al-‘alamin). Dalam alam
globalisasi danmodernisasi yang serba maju dalam teknologi, berwatak
empiris, matrealis danhedonis realisasi nilai-nilai tersebut dalam
memandang hidup dan memahami agamasudah menjadi keniscayaan. Jika
tidak,maka justru Islam dan umatnya akan tergerus oleh berbagai dampak
negatifglobalisasi.
Lebih dalam lagi, Gus Dur merumuskan
kerangka aktualisasi pengembangandoktrin Aswaja dalam desain dan format
yang lebih komprehensif, progresif dankontekstual. Dalam kaitan ini ia
mengajukan tujuh pokok pemikiran Aswaja.
Pertama,dalam
masalah kehendakmanusia dihadapan nasib yang ditentukan Allah, Aswaja
memberikan tempat yangtinggi kepada manusia dalam tata kehidupan
semesta. Manusia bebas menghendakiapa saja, walaupun kehendak tersebut
harus tunduk pada kehendak Allah.Kebebasan kehendak ini mengaharuskan
manusia menghargai dan mensyukuri karuniahidup ini. Oleh karena itu,
konsekuensi dari pemahaman seperti ini manusiaharus memiliki arah hidup
yang benar. Arah hidup yang benar mengaharuskanadanya perencanaan yang
baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Kedua,dalam
masalahkonsep ilmu, Aswaja memiliki dimensi yang berbeda dari pengertian
umum yangberlaku. Menurut Aswaja ilmu berdimensi esoteris yang
diperoleh tidak melaluiwawasan rasional. Ilmu yang seperti ini diperoleh
secara keseluruhan dan berwatakfaidh (emanasi). Sedangkan
pengetahuan menurut Aswaja berdimensieksoteris dan berwatak rasional
yang diperoleh melalui proses belajar (learning).Dengan demikian
ilmu adalah pengarah bagi kehidupan manusia, sedangkanpengetahuan
berfungsi melayani kepentingan dan kehendaknya. Penyatuan ilmu
danpengetahuan akan membentuk watak kehidupan manusia yang memiliki arah
yangbenar, tetapi masih diabdikan untuk kepentingan manusia itu
sendiri.
Ketiga,dalam masalahekonomi, Aswaja melihat
bahwa kebutuhan ekonomi umat manusia harus diletakkandalam konteks
tempatnya dalam kehidupan, yaitu sebagai penerima karunia Allahyang
masih harus tunduk kepada takdirnya. Dalam kehidupan ini Allah
telahmemberi manusia berbagai sumberdaya alam yang harus dimanfaatkan
dan dikelola sebaikmungkin. Pemanfaatan SDA tersebut harus didasarkan
pada kemampuan memeliharaalam, bukan mengeksploitasi alam sehingga alam
menjadi rusak. Oleh karena itu,manusia dituntut untuk memiliki
perencanaan yang matang dan menyiapakan sertamengembangkan SDM-nya untuk
dapat menjaga keseimbangan dalam memanfaatkan alam.
Keempat,dalam
masalahhubungan individu dan masyarakat, Aswaja berpendapat manusia
sebagai individuharus memperoleh perlakuan yang seimbang. Individu
memiliki hak-hak dasar yangtidak boleh dilanggar. Hak-hak dasar itu
disebut dengan HAM yang menyangkutperlindungan hukum, keadilan
perlakukan, penyediaan kebutuhan pokok, peningkatankecerdasan, pemberian
kesempatan yang sama, dan kebebasan untuk menyatakanpendapat, keyakinan
dan keimanan, disamping kebebasan untuk berserikat danberusaha. Oleh
karena itu, setiap individu harus tunduk kepada asaspemeliharaan
keseimbangan antara kebutuhannya sendiri dan kebutuhan masyarakat.Dan
kesadaran untuk selalu memikirkan kepentingan bersama harus selalu
dikembangkanuntuk tumbunya moralitas individual dan untuk memungkinkan
tumbuhnya etossosial yang dinamis dan kreatif.
Kelima,dalam
masalahtradisi, Aswaja berpendapat bahwa tradisi merupakan warisan
berharga dari masalampau yang harus dilestarikan, tanpa menghambat
tumbuhnya kreatifitasindividual. Maka perlu adanya penekanan pada
kemampuan menyesuaikan tradisikepada tuntutan perubahan.
Keenam,dalam
masalahpengembangan hidup masyarakat, Aswaja melihat bahwa kehidupan
manusiasenantiasa berubah, oleh karena itu semua sumberdaya, baik
sumberdaya alam dansumberdaya manusia harus selalu dikembangakan dan
didayagunakan secarabijaksana, efisien dan tidak merusak. Maka, proses
persuasi dan diversifikasigagasan merupakan bagian yang tak dapat
diabaikan dalam pendayagunaan sumberdayamanusia secara efisien.
Ketuju,dalam
masalahasas-asas internalisasi dan sosialisasi, Aswaja dituntut harus
mengembangkandan mendinamisasi pemikiran keagamaan melalui ushul figh, qawa’idah fighiyahdan
sebagainya kepada masyarakat. Proses internalisasi tersebut
denganpendayagunaan dan pemaksimalan forum-forum agama , seperti
pengajian,musyawarah, bahtsu mail, lembaga pendidikan agama dan
sebagainya. Dengandemikian, diharapkan tumbuhnya budaya baru yang
memungkinkan terjadinyapeletakan dasar-dasar kreatif dalam beraswaja.
Secara
terpadu, kesemua pandangan di atas akan membentuk prilakukelompok dan
individual yang terdiri dari sikap hidup, pandangan hidup, dansistem
nilai yang secara khusus dapat disebut sebagai watak Ahlus sunnah Waal-Jama’ah.
Tanggung JawabGenerasi Muda Aswaja
Saat
ini umat Islam terutama generasi muda hidup di dalam zamanyang serba
modern dalam berbagai bidang kehidupan dengan watak yang
empiris,materealis,hedonis, dan sekuleris. Akibat dari kehidupan yang
serba modern, munculberbagai problem kehidupan, mulai dari perkembangan
ilmu pengetahuan yangberwatak bebas nilai (posivistik), pola hidup
masyarakat yang materealisdan sekularis, kesenjangan hidup antar
individu dalam masyarakat, lunturnya nilai-nilaireliguisitas, hingga
muncul dan merebaknya kekerasan mengatasnamakan agamaIslam. Tentun
generasi muda Aswaja dihadapkan pada kondisi yang serba dilematisdan
sulit, karena disatu sisi dituntut untuk memiliki masa depan yang
baik,namun disisi lain dihadapkan dengan berbagai problem dan tantangan
hidup yangbegitu besar.
Menurut Prof. Ishaq Ahmad Farhan, generasi muda saat ini akandihadapkan pada empat problem kehidupan: Pertama. Problem kehidupanspiritual, seperti terganggunya kebutuhan persepsional antara kebutuhan materidan rohani. Kedua, problem kehidupan intelektual, seperti pergumulanantara pola pikir ortodok dan modern. Ketiga, problem kehidupan sosial,seperti menghadapi pergeseran sistem nilai dan terpecahnya integritas moral. Keempat,problem
kehidupan politik, seperti gejala frustasi yang
berkepanjanganmengahadapi sikap laku politik generasi tua yang tidak
konsisten, perpecahandan rivalitas yang tidak jelas alasannya.
Walaupun
demikian, generasi muda Aswaja tidak boleh terbawa arusnegatif
globalisasi dan terpengaruh oleh keadaan yang tak menentu, ia
harusoptimis dalam menjalani hidup dan membuat berbagai kreatifitas
karya yang dapatbermanfaat bagi dirinya sendiri dan umat manusia. Dalam
kaintan ini, generasiAswaja memeliki peran dan tanggung jawab sebagai
konsekuensi penerus perjuanganpara pendahulunya (ulama).
Pertama, generasiAswaja harus memiliki kesungguhan dalam thalabu al-‘ilmi,
baik dalammempelajari ilmu agama maupun ilmu sains dan selalu
mengembangkan keduanya. Aswajamenolak dikotomi dalam konsep mempelajari
ilmu, semua ilmu bermanfaat dan semuamemiliki konteks dan posisinya
masing-masing dalam kehidupan. Oleh karena itu,Kiayi Sahal Mahfud
mengutip pendapat imam Ghazali mengatakan, Seorang ulamaAswaja, selain
harus menguasasi seperangkat sarana keilmuan dan berkepribadianunggul,
haruslah menjadi seorang yang peka dan memahami benar
kemaslahatanmakhluk dalam kehidupan dunia (faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya),karena
dengan syarat itulah seorang ulama mampu mengambil kebijakan
danbersikap terbuka dalam lingkup kemaslahatan. Memiliki kepekaan dan
pemahamanterhadap kemaslahatan makhluk di dunia mustahil terwujud tanpa
integrasi ilmuagama dan ilmu sains, karena dibutuhkan pendekatan
interdisipliner danintegrasi berbagai ilmu pengetahuan untuk dapat
mendayagunakan potensi alam secaramaksimal dan bijak sana.
Kedua,
generasiAswaja harus mampu menjaga, melestarikan dan mengembangkan
ajaran Aswaja yangberkiblat pada sunnah Nabi dan para sahabatnya. Aswaja
yang berdasarkankemurnian ajaran Nabi dan sahabat memiliki watak
universal. Ajaran tawasuth,tawazun, tasamuh dan i’tidal menjadi landasan manhaju al-fikr dalam memeluk agama Islam yang rahmata lial-‘alamin. Aswaja tidak hanya dipahami sebagai aliran keagamaan yangmenempatkan pokok kajiannya pada masalah pengamalan furu’ agama
Islam,tapi Aswaja juga harus dipahami sebagai esensi Islam yang
bersifat dinamissesuai dengan perkembangan hidup manusia. Dengan
demikian trilogi Islam, yaituiman, islam, dan ihsan dapat berjalan
secara seimbang.
Ketiga, generasiAswaja seyogyanya
mampu merealisasikan dan mengaktualisasikan kerangkapengembangan doktrin
Aswaja yang digagas Gus Dur dalam hal perencanaan hidupsecara matang,
integrasi antara ilmu dan pengetahuan, pendayagunaan SDA
secaraprofesional dan tidak eksploitatif, menghargai dan menegakkan HAM,
menjagatradisi yang masih relevan dan menerima berbagai perubahan yang
tidakbertentangan dengan ajaran dasar Islam, mampu mengembangkan
kehidupan dirinyadan masyarakat secara bijaksana dan efisien, dan
internalisasi ushul fiqih, qawa’idfiqhiyah dan ilmu-ilmu agama lainnya secara dinamis, sertamensosialisasikannya melalui berbagai forum keagamaan.
Keempat, menurutKH.
M. Tholhah Hasan, Generasi muda harus memiliki beberapa ciri yang
menonjol,yaitu memiliki idealisme yang murni, keberanian dan keterbukaan
dalam menyerapnilai-nilai dan gagasan-gagasan baru, memiliki semangat
pengabdian, memilikiwatak spontanitas dan dinamis, inovatif dan kreatif,
memiliki keinginan untuksegera mewujudkan gagasan-gagasan baru,
memiliki keteguhan dalam janji dankeinginan untuk menampilkan sikap dan
kepribadian yang mandiri.
Dan yang kelima, generasi
Aswaja harus menjadi pribadi yangkosmopolitan, memiliki cita-cita yang
besar dan pemikiran yang menyemesta danmendunia. Orientasi hidupnya
tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri,tetapi juga untuk
kepentingan masyarakat dunia. Ia harus mampu berkompetisidalam kancah
global dalam berbagai bidang, baik agama, ilmu pengetahuan,ekonomi,
politik, budaya, dan teknologi. Hal demikian sebagaiman
diserukancendikiawan komtemporer Ziauddin Sardar, intelektual muslim
kontemporer harusberkembang menjadi tokoh-tokoh yang menguasai berbagai
bidang keilmuan danmampu melahirkan sintesis-sintesis keilmuan untuk
dapat menyelesaikan problemkomtemporer.
Dengan merealisasi
kelima tanggung jawab di atas, diharapkangenerasi Aswaja masa depan
benar-benar dapat menjadi ulama dan para penerusyang unggul, berkualitas
dan mampu berkompetisi dalam kehidupan dunia global,memiliki pandangan
hidup yang inklusif dan akomodatif terhadap berbagaiperubahan, dan
memiliki integritaskepribadian dan laku yang mulia. Aswaja ke depanakan
tetap lestari, langgeng, mendunia dan sebagai paham yang menjadi
rujukanmasyarakat dunia. Tak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan
dengan munculnyaberbagai perkembangan globalisasi dan merebaknya gerakan
radikalisme yanganarkis. Karena Aswaja telah mendarah daging dalam
pikiran dan jiwa generasipenerus, baik sebagai amaliyah keagamaan maupun
sebagai manhaju al-fikr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar