Selasa, 25 Agustus 2015
Quburiyyun
Quburiyyun (sering ditulis dengan Kuburiyyun) yang kemudian diartikan oleh Wahhabi/Salafi Indonesia dengan “Penyembah Kubur” itu dialamatkan kepada orang orang yang suka berziyarah dan berwasilah disitu.
Kalimat itu pertama kali dimunculkan oleh Syaikh Sulaiman bin Samkhan bin Mushlih bin Hamdan bin Musaffar bin Muhammad bin Malik bin ‘Amir Lahir 1267 H – 1349 H dalam kitabnya Kasyful Awham Wal Iltibas.
Beliau ini seorang Ulama bani Saud yang banyak menulis risalah untuk Raja Abdullah bin Faishol. (sumber Wikipedia) Kalimat itu kemudian menyebar dengan cepat dan banyak dikutip dalam kitab kitab seperti Addurorussaniyah fil Kutubin Najdiyyah, Tholai’us Shufiyyah dan beberapa majalah di Madinah. (Sumber Al Maktabah Syamilah)
Tetapi, agaknya Kalimat Quburiyyu itu hanya merupakan Majaz mursal dari kalimat ‘Ubbadul Qubur (Para penyembah Kubur) yang dimunculkan sebelumnya oleh Imam Syaukani seperti dalam kitabnya Fathul Qodir Fit Tafsir ketika menjelaskan ayat ما نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله dengan penjelasan khasnya bahwa yang mensifati orang yang berkeyakinan bahwa orang mati yang diziyarahi atau ditawassuli itu mempunyai kemampuan seperti kemampuan yang tidak bisa dimiliki kecuali oleh Allah.
Kebanyakan orang orang yang suka melontarkan tuduhannya kepada para peziyarah dan yang berwasilah sebagai “penyembah Kubur” itu tidak melihat penyebab kekufuran itu terletak pada keyakinan si mayyit yang dalam keyakinannya mempunyai kemampuan seperti kemampuan Allah dalam hal mendatangkan manfa’at dan mudlorrat. Tetapi jika yang berwasilah itu hanya berkeyakinan bahwa si mayyit dan wasilahnya itu hanya salah satu dari sebab saja, hal itu persis yang diungkapkan oleh Mufassir Salafi kesohor Imam Ibnu Katsir sebagai berikut ketika menafsirkan ayat:
وَلَوْ أَنْهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Dan andai saja mereka mendlolimi diri sendiri, kemudian mendatangimu (Muhammad) dan mereka beristighfar kepada Allah dan Rosul memohonkan ampun kepada mereka, maka mereka akan menemukan bahwa Allah Maha penerima Taubat dan Sayang”
يرشد تعالى العصاة والمذنبين إذا وقع منهم الخطأ والعصيان أن يأتوا إلى الرسول صلى الله عليه وسلم فيستغفروا الله عنده، ويسألوه أن يستغفر لهم، فإنهم إذا فعلوا ذلك تاب الله عليهم ورحمهم وغفر لهم، ولهذا قال: } لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Allah memberi petunjuk kepada pendurhaka dan pendosa, ketika mereka terjatuh dalam kesalahan dan kemaksiyatan agar mendatangi Rosulullah, maka mereka memohon ampun kepada Allah, dan juga meminta Rosul memohonkan ampun untuk mereka, maka jika mereka mengerjakan perbuatan yang demikian, Allah akan menerima Taubat mereka, menyayangi mereka, dan mengampuni mereka, dan karena demikian inilah Allah berfirman: لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا ”
Kemudian Imam Ibnu Katsir juga mengutip sebuah peristiwa yang sangat terkenal:
وقد ذكر جماعة منهم: الشيخ أبو نصر بن الصباغ في كتابه “الشامل” الحكاية المشهورة عن العُتْبي، قال: كنت جالسا عند قبر النبي صلى الله عليه وسلم، فجاء أعرابي فقال: السلام عليك يا رسول الله، سمعت الله يقول: { وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا } وقد جئتك مستغفرا لذنبي مستشفعا بك إلى ربي ثم أنشأ يقول: يا خيرَ من دُفنَت بالقاع أعظُمُه … فطاب منْ طيبهنّ القاعُ والأكَمُ … نَفْسي الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه … فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ … ثم انصرف الأعرابي فغلبتني عيني، فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم في النوم فقال: يا عُتْبى، الحقْ الأعرابيّ فبشره أن الله قد غفر له….. تفسير ابن كثير 2 \347
“Dan banyak sekelompok Ulama menuturkan, diantaranya adalah: Syaikh Abu Nashor bin Shobagh didalam Kitabnya “Al Syamil” sebuah cerita terkenal dari Imam ‘Uthbi (Ulama Madzhab Hanbali) berkata: Aku duduk didekat Kuburan Nabi Muhammad SAW, maka datanglah orang Kampung kemudian berkata: Salam kepadamu wahai Rosulullah, aku mendengar Allah berfirman: “Dan andai saja mereka mendlolimi diri sendiri, kemudian mendatangimu (Muhammad) dan mereka beristighfar kepada Allah dan Rosul memohonkan ampun kepada mereka, maka mereka akan menemukan bahwa Allah Maha penerima Taubat dan Sayang” dan aku dating kepadaMu sebagai orang yang memohon ampun kedamu (Rosulullah) dengan memohon Syafa’at denganmu kepada Tuhanku, kemudian orang itu berdendang:
Wahai sebaik baik orang yang dikubur di tanah, aku mengagungkannya….
Maka harumlah orang yang mengharumkan tanah itu dan tanah tinggi
Diriku menjadi tebusan untuk Kuburan yang engkau mendiaminya
Didalamnya ada ampunan dan di dalamnya terdapat kemurahan dan pemberian
Kemudian orang kampong itupun berlalu, maka kedua mataku memberatkanku, maka aku memimpikan Nabi dalam tidurku, Rasul bersabda: Wahai ‘Uthbi ada Hak untuk Orang Kampung itu, maka gembirakanlah ia bahwa sesungguhnya Allah telah mengampuninya”
Pendapat Ibnu Taimiyyah sama dengan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang Tawasul
Imam Ibnu Taimiyyah memperbolehkan tawassul dengan Rasulullah yang sudah wafat dan juga memperbolehkan istighotsah dengan beliau. Yang gak boleh menurut beliau adalah istighotsah dalam arti ibadah kepada yang dimintai pertolongan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar