(Puasa tanggal 8 dan 9 Dzul Hijjah)
Mengenahi puasa Arafah para ulama memfatwakan bahwa puasa pada hari itu hukumnya sunat, bahkan termasuk sunat muakkadah. Puasa
Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni
tanggal 9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang
tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan
puasa-puasa lainnya.
Keutamaan
puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah.
Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية
Puasa
hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan
datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa
setahun yang lepas. (HR. Muslim)
Dari
Abi Qatadah r.a., ia berkata Rasulullah Saw. telah bersabda: "Puasa
hari Arafah itu dapat menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah
lalu dan satu tahun yang akan datang." (Riwayat Jama'ah kecuali Bukhari
dan Tarmidzi)
Kecuali
bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, maka tidak disunatkan
berpuasa, sesuai dengan sabda Nabi Saw. dibawah ini:
"Dari Abi Hurairah r.a., ia berkata, "Rasulullah Saw. telah melarang
puasa pada hari Arafah di Padang Arafah." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
Nasa-i, dan Ibnu Majah)
Kedua hadis tersebut antara lain terdapat dalam kitab-kitab:
- Fiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq, juz I, halaman 380
- At-Targhib Wat-Tarhib, karya Al-Hafizh Al-Mundziri, juz II, halaman 111-112
Begitu
pula para ulama, mereka memfatwakan bahwa puasa sepuluh hari (kecuali
hari Ied) dari awal bulan Dzulhijjah hukumnya sunat, berdasarkan hadis
berikut:
"Dari
Siti Hafshah r.a. ia berkata, ada empat macam yang tidak pernah
ditinggalkan oleh Rasulullah Saw.: Puasa Asyura (tanggal 10 Muharram),
puasa sepuluh hari (di bulan Dzulhijjah), puasa tiga hari pada setiap
bulan dan melakukan salat dua rakaat sebelum salat subuh." (Riwayat
Ahmad dan Nasa-i dalam kitab Fiqhus Sunnah, juz I, halaman 380; dan
Sunan Nasa-i, juz IV, halaman 220)
Lagi
pula hari-hari pada sepersepuluh pertama bulan Dzulhijjah adalah
hari-hari yang istimewa. Ibnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما
من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر
قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل
الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء
Tidak
ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari
pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di
jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali
seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian
tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid). (HR Bukhari)
Sementara
puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8
Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa
Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada
hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
Rosululloh
Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa pada hari tarwiyah
menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan
(dosa) dua tahun”.
[HR.
Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan Abu Syaikh
dari Ali bin Ali Al-Himyari dari Kalbi dari Abi Shaalih dari Ibnu Abbas
ra. marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam) Hadits ini derajatnya Dho’if bahkan ada yg mengatakan maudhu’
(palsu)].
Hadits tentang puasa tarwiyah dikatakan dho’if karena sanad hadits ini ada kelemahan :
Pertama;
Kalbi (sanad ketiga) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbi. Dia
ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan
Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi
Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di
atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).
Imam
Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang
maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbi ini dapatlah dibaca lebih lanjut di
kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.
[1]. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
[2]. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
[3]. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
[4]. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
[5]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar
Kedua; Ali bin Ali Al-Himyari (sanad kedua) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).
Tidak
disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan
yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi: Puasa
ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia
telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena
Aku.
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah SAW bersabda:Tidaklah
seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti
menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh
puluh tahun.(HR Bukhari Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar